Kamis, 12 Februari 2015

pudarnyabudayaminangkabau

Tags

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan petunjuk Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi alam semesta.
            Karya tulis ilmiah ini disusun bertujuan untuk menyelesaikan tugas . Dan terimakasih kami ucapkan kepada guru yang membimbing dan teman- teman yang ikut serta dalam penyusunan karya ilmiah yang berjudul “ Hilangnya Budaya Andalas” .
            Kami berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penyusun sendiri, umumnya bagi semuanya. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian data pada karya tulis ilmiah, untuk itu kami mohon kritikan dan saran dari kesempurnaan tulisan ini.




                                                                                    Penulis,












DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................1
Daftar Isi ...............................................................................................................2
Bab I. Pendahuluan
1.1  Latar Belakang Masalah....................................................................3
1.2  Ruang Lingkup .................................................................................3
1.3  Maksud dan Tujuan Penulisan...........................................................3
1.4  Perumusan Masalah...........................................................................3
1.5  Manfaat Penulisan.............................................................................3
Bab II. Pembahasan
2.1   Surau sebagai Tempat Belajar...........................................................5
2.2   Rumah Gadang sebagai Tempat Tinggal .........................................6
2.3   Talempong.........................................................................................6
2.4   Randai ..............................................................................................7
2.5   Baju kuruang ....................................................................................8
2.6   Makan Bajamba, Duduak Basimpuah dan Baselo
 serta Makan dengan Tangan  ............................................................9
2.7   Permainan Anak Nagari  ..................................................................9
2.8   Hilangnya Pembatas Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan .10
2.9   Hilangnya Tata Krama......................................................................11
Bab III . Penutup
3.1  Kesimpulan .......................................................................................12
3.2  Saran dan Kritik ................................................................................12








BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa indonesia yang tersebar di wilayah Sumatera Barat. Orang Minangkabau akan merasa terhina jika dirinya disebut tidak beradab karena semenjak islam masuk ke Minangkabau, adat Minangkabau mulai menyatu dengan ajaran islam, seperti istilah yang kita kenal yaitu “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Maksud dari konsep tersebut adalah orang yang tidak beradab akan termasuk ke dalam kategori orang yang tidak beragama dalam masyarakat Minang.
Masyarakat Minangkabau memiliki ragam budaya, adat istiadat dan kebiasaan yang sesuai dengan ajaran islam, namun pada saat ini kebudayaan masyarakat Minangkabau mulai pudar dan menghilang karena perkembangan zaman saat ini. Kami harap dengan adanya perlombaan karya ilmiah ini kita bisa menjaga dan melestarikan kebudayaan kita sendiri.
1.2  Ruang lingkup
Ruang lingkup karya ilmiah ini meliputi :
1.      Kebudayaan Minangkabau yang mulai hilang
2.      Penyebab kebudayaan Minangkabau mulai menghilang
1.3  Maksud dan Tujuan Penulisan
1.      Agar kita mengetahui kebudayaan Minangkabau yang mulai hilang
2.      Agar kita mau menjaga dan melestarikan kebudayaan Minangkabau
1.4  Rumusan Masalah
1.      Apa saja kebudayaan Minangkabau yang mulai hilang ?
2.      Apa buktinya bahwa kebudayaan tersebut mulai hilang ?
1.5  Manfaat Penulisan
Dengan adanya penulisan karya ilmiah ini kami harap kita semua mengetahui kebudayaan Minangkabau yang mulai hilang dan kita dapat memelihara kebudayaan Minangkabau tersebut. Pada dasarnya kebudayaan Minangkabau itu tidak akan pernah hilang dalam masyarakat Minangkabau sendiri tapi mungkin makna adat dan budaya itu akan pudar pada generasi muda penerus. Dengan dasar itulah kami membuat artikel ini sebagai pengingat adat budaya Minangkabau kepada generasi muda. Sebagaimana pepatah  Minangkabau “ndak langkang dek paneh ndak lapuah dek hujan” yang artinya adat Minangkabau itu fleksibel karena ilmu dasar atau kata kunci dari adat itu sendiri, merupakan salah satu unsur elemen di bumi ini yaitu air.

BAB II
PEMBAHASAN

II. Kebudayaan – kebudayaan Minangkabau yang mulai hilang meliputi :
1.      Surau sebagai Tempat Belajar
Anak laki – laki Minang dahulunya menjadikan surau sebagai tempat berdiskusi, mencari dan menuntut ilmu. Di sana mereka diajarkan mengaji dan silat bahkan tak jarang mereka tidur pun di Surau.
Secara keseluruhan pada dahulunya pendidikan yang dilakukan di surau merupakan pendidikan moral, spiritual, kepribadian dan sosial karena pada dasarnya kaum muda di daerah Minangkabau ditanamkan rasa saling memiliki ( ciek raso) yang di jabarkan dalam pepatah “barek samo di pikua ringan samo di jinjiang”, apapun yang terjadi pada masyarakat dahulu di tanamkan kepada kaum muda tanggung jawab bersama dalam satu kampung. Satu kesalahan adalah kesalahan semua, dan satu kebaikan adalah kebaikan semua, dan di surau juga kaum muda ditempa untuk memutuskan suatu masalah, menghargai pendapat orang, dan melaksanakan apa yang telah diputuskan yang dicerminkan dalam sebuah kata “bulek aia di pambuluah, bulek kato di mufakat” makna mendasar dari kata tersebut adalah musyawarah menuju mufakat. Jadi, Surau merupakan pusat atau sentral pendidikan secara rohani dan sosial masyarakat dan pusat informasi untuk kemajuan suatu daerah.
Kebiasaan ini sudah sangat jarang kita jumpai saat sekarang ini, Surau dan Masjid hanya difungsikan sebagai tempat ibadah itu pun tidak sempurna seutuhnya tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak Surau dan Masjid yang kosong saat ini walaupun hanya untuk melakukan ibadah shalat, sekarang para generasi muda hanya belajar mengaji di MDA saja itu pun hanya sampai SD sehingga mereka banyak tidak lancar membaca Al-Qur’an dan hafal Al-Qur’an.
Sebagian dari niniak mamak dan kebanyakan dari pemuda zaman sekarang kita jumpai di Lapau (Kadai) untuk sekedar minum kopi, bercengkrama dan di tempat hiburan seperti Diskotik, Warnet (Warung Internet ) atau tempat rental PS (Playstation).
2.      Rumah Gadang sebagai Tempat Tinggal
Fungsi utama dari Rumah Gadang adalah sebagai tempat kediaman keluarga, sebagai tempat bermufakat, sebagai tempat  melaksanakan upacara, dan sebagai tempat merawat keluarga. Orang – orang terdahulu bergotong royong untuk mendirikan Rumah Gadang. Rumah Gadang terdiri atas sembilan ruang dengan fungsi yang berbeda-beda. Ada yang digunakan untuk tempat tidur pribadi, kamar untuk anak yang baru menikah dan ada pula yang digunakan untuk tempat tidur tamu. Di halaman depan Rumah Gadang terdapat beberapa Rangkiang yaitu tempat untuk menyimpan beras. Rangkiang digunakan pada saat kondisi sedang krisis pangan atau ada sanak saudara yang membutuhkan beras untuk dimakan. Fungsi sosial dan ekonomi sangat jelas terlihat di sini.
Namun, saat ini Rumah Gadang sudah beralih fungsi menjadi tempat pertemuan untuk menyelesaikan masalah, baik masalah antara anak dengan orang tua, antara suami dan istri, mamak dengan kemanakan, dan sebagainya. Rumah Gadang tidak dijadikan sebagai tempat tinggal lagi. Orang Minang lebih memilih untuk membangun rumah baru dengan desain menyerupai rumah orang Eropa. Di satu sisi sangat disayangkan kita tidak tinggal di Rumah Gadang lagi, tapi di lain sisi kita harus pindah dari Rumah Gadang karena bangunannya yang mulai rapuh. Fungsi Rumah Gadang tidak ada salahnya dialihkan sebagai tempat pertemuan dan diskusi untuk menyelesaikan suatu masalah, namun sejarah Rumah Gadang jangan sampai kita lupakan.
3.      Talempong
Talempong adalah alat musik pukul khas Minangkabau. Talempong terbuat dari bahan kuningan, tapi ada juga yang terbuat dari tembaga dan batu. Talempong ini berbentuk bundar dengan bagian berlobang di bawahnya sedangkan bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat untuk dipukul. Talempong memiliki nada-nada yang berbeda. Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya. Talempong biasanya digunakan dalam pertunjukan atau penyambutan seperti tari piring, tari pasambahan, dan tari gelombang, serta pada saat iring-iringan marapulai anak daro (telempong pacik ).
 Zaman sekarang pemuda pemudi Minang lebih senang memainkan piano dan gitar dibandingkan talempong. Padahal antara piano dan talempong memilki nada yang sama. Hanya cara memainkannya saja yang berbeda, jika piano ditekan tutsnya, talempong dimainkan dengan memukul permukaannya. Yang lebih parah lagi bahkan ada pemuda minang yang tidak mengetahui sama sekali apa itu talempong dan bagaimana bentuk talempong tersebut. Bahkan dalam masyarakat sendiri dalam acara – acara tertentu ( acara adat sendiri ) talempong sudah digantikan dengan alat-alat musik modern saat ini dengan dalih efisiensi dan modernisasi padahal dalam masalah filosofinya tingkat nada yang di keluarkan oleh musik talempong yang diatur dalam tinggi rendahnya nada merupakan cerminan gambaran kehidupan masyarakat Minangkabau.
4.      Randai
Randai merupakan salah satu permainan anak nagari Minangkabau. Randai dimainkan oleh beberapa orang sekitar 6-10 orang. Dalam randai ada seorang pendendang yang akan membuka cerita dan memberi salam kepada penonton yang diiringi oleh seorang pemain saluang. Pada saat randai dimulai, para pemain terlebih dahulu memberi salam kepada penonton. Setelah itu mereka melingkar dan memulai gerakan-gerakan silat dengan nada hep-tah-tiah yang dipimpin oleh satu orang. Kemudian barulah kaba (cerita) dimainkan sampai selesai. Randai merupakan visualisasi atau cermin dari kehidupan masyarakat Minangkabau yang diceritakan melalui visual gerak, tari,dan sajak yang menceritakan sejarah perjalanan dan perkembangan masyarakat di Minangkabau.
Di zaman era globalisasi ini randai kalah bersaing dengan permainan anak modern seperti band. Kebanyakan pemuda minang akan datang beramai-ramai menonton pertunjakan band, sebaliknya mereka enggan dan tidak mau menonton pertunjukan randai. Hal ini tentu saja akan membuat keberadaan randai berkurang karena untuk menontonnya saja banyak yang enggan, apalagi mengambil peran di dalamnya.
5.      Baju kuruang
Baju kuruang merupakan baju yang sering digunakan Gadih Minang dan merupakan baju khas pemudi Minang saat itu. Baju kuruang adalah baju yang longgar, tidak transparan, sopan, tertutup dari leher sampai mata kaki dan dilengkapi dengan kepala(jilbab, selendang/kerudung) dan bentuknya beraneka ragam sesuai daerahnya.
Dikaitkan dengan zaman sekarang, jangankan generasi muda, perempuan yang sudah menikah pun kini telah jarang dijumpai memakai baju kuruang. Baju kuruang dinilai kuno, tidak fashionable, panas dan berbagai alasan lainnya.
 Banyak kalangan yang menilai bahwa baju kuruang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut saya pendapat ini tidak benar, buktinya dengan berpakaian muslimah kita tetap bisa merasa nyaman dan bebas beraktifitas. Bukankah baju kuruang hampir sama dengan baju muslimah ?. Inti dari baju kuruang adalah longgar, tidak transparan, sopan dan memakai kerudung. Hal ini sama dengan yang dipakai seorang muslimah dalam Islam karena budaya Minangkabau merupakan akulturasi budaya Islam. Pakaian ketat, transparan, tidak menggunakan jilbab seperti pada saat sekarang ini bukanlah budaya orang Minangkabau. Budaya yang seperti itu merupakan budaya orang asing yang bertentangan dengan budaya kita sendiri. Bersyukur pada saat ini budaya baju kurung mulai dikembangkan kembali oleh pemerintah kepada generasi wanita muda minangkabau baik secara sadar maupun tidak teman – teman sejawat saya di sekolah memakai pakaian saragam sekolah yang diadopsi dari pola baju kuruang itu sendiri. Mudah – mudahan dengan cara demikian kaum muda terbiasa dan menghargai berpakaian secara muslimah.



6.      Makan Bajamba, Duduak Basimpuah dan Baselo serta Makan dengan Tangan.
Makan bajamba merupakan budaya orang Minangkabau. Makan bajamba dilakukan dengan cara duduk melingkar, duduk baselo bagi laki – laki dan basimpuah bagi perempuan. Nasi dan sambal diletakkan di atas daun pisang (sepanjang daun pisang tersebut). Kemudian nasi mulai dimakan bersama secara serentak. Orang Minang makan tidak menggunakan sendok melainkan dengan menggunakan tangan.
Namun, dapat kita lihat zaman sekarang budaya makan bajamba sangat jarang ditemukan di sekitar kita. Orang Minang lebih sering makan sendiri – sendiri dan mulai meniru budaya barat yaitu makan dengan menggunakan sendok. Makan dengan sendok sih wajar saja dilakukan, akan tetapi sebaiknya digunakan pada saat acara- acara tertentu seperti menghadiri kenduri, dan sebagainya. Jadi, budaya makan bajamba dan makan dengan tangan jangan sampai kita tinggalkan apalagi dilupakan. Dan makna dari makan bajamba adalah kebersamaan yang memaknai rasa syukur apapun nikmat yang didapat, rezeki yang didapat bukanlah milik sendiri tetapi bersama.
7.      Permainan Anak Nagari
Permainan anak nagari adalah permainan tradisional anak – anak masyarakat Minang, seperti cakbua, kayang, mancik – mancik, dan sebagainya. Permainan cakbua dimainkan oleh dua grup yang terdiri atas 5-8 orang, memainkannya dengan menangkap anggota grup lawan yang sedang melewati kotak-kotak,
Permainan kayang dimainkan oleh beberapa orang,memainkannya dengan cara mengedepankan tulang belakang dan kemudian batu dilempar, sedangkan mancik-mancik dimainkan oleh beberapa orang, memaikannya dengan cara sebagaian bersembunyi dan seseorang mencari.
Pada saat ini permainan anak nagari sudah jarang dimainkan anak – anak masyarakat minang karena mereka lebih memilih bermain game di handphone, gadget dan sebagainya, sedangkan hal itu banyak membawa dampak negatif bagi mereka seperti mata sakit, ketagihan bermain sehingga lupa belajar dan lainnya. Sedangkan permainan anak nagari mempuyai fungsi sosial seperti keakraban, pertemanan, kerjasama dan lainnya karena permainan anak nagari tersebut mulai pudar dan hilang yang digantikan oleh permainan modern yang bersifat individualisme. Secara tidak langsung merubah karakter generasi muda saat ini yang lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang kepentingan bersama atau masyarakat.
 Suka maupun tidak suka permainan adalah pendidikan dasar non formal yang akan membentuk kepribadian kepada pelaku permainan itu sendiri, karena permainan anak nagari harus dilakukan berkelompok apapun jenisnya. Secara tidak langsung pelaku permainan tersebut terdidik untuk memiliki rasa kerjasama pengertian dan toleransi sangat tinggi yang pada akhirnya terbawa dalam kehidupan sehari- hari mereka. Begitupun dengan permainan modern, suka atau tidak suka karena permainan ini tidak membutuhkan orang lain atau hanya kepandaian kita sendiri, akan membentuk kharakter arogansi ( ego) kepada pelaku permainan tersebut, yang nantinya akan terbawa dalam kehidupan pribadi mereka dalam masyarakat. Jadi permainan itu pendidikan dasar bagi anak – anak.
8.      Hilangnya Pembatas Pergaulan antara Laki – laki dan Perempuan
Dalam hal pergaulan sehari-hari antara perempuan dan laki – laki dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau sangatlah diperhatikan, karena masyarakat Minangkabau tidak mau hal – hal yang tidak diinginkan itu terjadi di daerah Minangkabau. Dalam hal pergaulan antara laki- laki dan perempuan masyarakat Minangkabau sesuai dengan syariat islam misal ditabukan pertemuan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu tempat tanpa ada orang lain, berjabat tangan, menyentuh atau memandang sehingga dulu banyak perkawinan yang dijodohkan yang ditentukan oleh orang orang tua laki – laki ( ayah ), saudara laki – laki dari ibu (mamak) dan saudara kandung laki – laki dari perempuan itu sendiri
Seiring berjalannya waktu dan besarnya arus globalisasi pembatas-pembatas itu mulai pudar dan hilang dengan alasan klasik, Sekarang bukan zamannya Siti Nurbaya, dan paham sekarang bahwa pernikahan itu harus dilandasi dengan cinta dan perkenalan yang sangat mendalam dalam membangun suatu rumah tangga. Secara bahasa ilmiah kedua paham di atas ada kurang dan lebihnya, dilihat dari segi religius paham yang dipakai orang dulu lebih memiliki kesempurnaan dalam membangun suatu hubungan rumah tangga baik secara individu, keluarga dan sosial masyarakat dilihat dari sisi pandang duniawi dan egoisme dan isu HAM yang berembus zaman modern paham tersebut sungguh sangat tertinggal untuk saat ini.
Sedangkan paham yang dilandasi dengan cinta lebih elegan untuk saat ini walau dalam kenyaataannya paham cinta tersebut banyak yang tidak berhasil dipertahankan sampai akhir kehidupan mereka karena mengesampingkan agama dan adat istiadat sebagai bahasa sosial masyarakat yang berlaku di daerah tersebut.
9.      Hilangnya tata krama
Tata krama sering didoktrinkan sebagai “kato nan ampek” ( kata yang empat),yaitu “kato malereng, kato mandaki, kato manurun, kato mandata” .Keempat tatanan tersebut akan dijabarkan sesuai dengan masalah sosial dalam masyarakat yang harus diselesaikan contohnya “kato nan ampek” di dalam pergaulan sehari – hari “kato mandaki” diartikan dengan tata cara kita bicara terhadap orang tua kita dengan menghormati orang tua kita, “kato malereng”. diartikan tata cara beradab dan berbicara terhadap orang yang lebih tua dari kita, “kato mandata” diartikan tata cara beradab dan berbicara dengan teman sebaya, “kato manurun” diartikan adab bicara dengan orang yang lebih kecil dari pada kita.
     Dalam segi agama, “kato mandaki” itu diartikan hubungan kita dengan allah (hablul minallah), “kalo malereng” itu diartikan sebagai tata cara menjalankan agama islam, “kato mandata” itu diartikan sebagai hubungan kita dengan sesama manusia ( hablul minannas) dan ”kato manurun” diartikan sebagai bagaimana cara kita menyantuni anak yatim, fakir miskin dan masyarakat terlantar di daerah kita tersebut. Secara syarak atau agama dibunyikan sebagai sadakah jariah dan ilmu yang bermanfaat
Seiring berjalannya zaman kato-kato tersebut mulai pudar dan berangsur-angsur menghilang karena terjadinya pergeseran pergaulan di tengah- tengah masyarakat baik secara materialistis dan arogan masyarakat kelas atas ( kecukupan ekonomi/ finansial) dan kaum muda saat ini yang pada dasarnya merugikan hubungan sosial masyarakat dalam keseluruhan.


BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Kebudayaan suatu daerah alam Minangkabau tidak akan pernah pudar atau hilang sebagai tatanan hukum dalam masyarakat itu sendiri karena pada dasarnya adat istiadat merupakan satu tatanan hukum yang tidak tertulis tapi mengikat masyarakat dalam ruang lingkup di suatu daerah atau daerah Minangkabau itu sendiri. Jadi kekuatan hukum tersebut tidak akan punah selagi masyarakat tersebut masih menghargai tatanan hukum yang berlaku. Apalagi di daerah Minangkabau tatanan adat tersebut berdasarkan syariat agama islam yang dianut oleh masyarakat itu sendiri, Dan tatanan yang berlaku dalam tatanan masyarakat Minangkabau sendiri menggabungkan tiga elemen inti dalam masyarakat yang disebut dengan “tigo tungku sajarangan dan tigo tali sapilin” yang dilambangkan tiga warna merah, kuning, dan hitam atau sering disebut dengan marawa yaitu unsur orang tua (hitam) yang mewakili niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai dan orangtua atau pamangku adat,unsur kaum perempuan atau bundo kanduang(kuning),orang muda atau unsur – unsur muda / bujang jo gadih (merah) 

3.2  Saran dan kritik

Mari kita generasi muda menghargai dan menjaga tatanan kehidupan yang telah diwarisi oleh orang tua kita secara baik dan benar, apabila ada kesalahan dalam penulisan artikel ini saya mohon kritikan dan petunjuk untuk membenarkan karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah ini supaya berguna bagi penulis khususnya bagi generasi muda, dan masyarakat pada umum

This Is The Oldest Page


EmoticonEmoticon